POLEMIK soal sistem pemilihan legislatif (pileg) secara proporsional tertutup (protup) makin menarik perhatian. Meski tak sedikit yang mendukung, namun banyak pula pihak menolak sistem coblos lambang partai ini. Terakhir delapan fraksi di DPR RI menyatakan penolakan.
Kedelapan fraksi yang sepakat menyampaikan pernyataan sikap bersama untuk menolak sistem protup ini adalah Fraksi Golkar, PKB, Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, Nasdem dan PPP. Satu-satunya fraksi yang tak ikut adalah fraksi PDIP.
Intinya, mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar mempertahankan sistem pileg dengan proporsional terbuka (proka). Sistem proka ini artinya mencoblos langsung nama calon anggota legislatif (caleg) di Pemilu 2024. Bukan mencoblos lambang partai saja.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat dikonfirmasi membenarkan adanya pernyataan sikap kedelapan fraksi tersebut, Selasa (3/1).
Bagaimana dengan fraksi PDIP? Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada kesempatan terpisah menyatakan pihaknya tetap pada sikap sebelumnya yakni mendukung pileg dengan sistem Protup. Sebab Protup itu sudah sesuai dengan konstitusi.
Sebelumnya juga diberitakan, Menkopolhukam Mahfud Md menyatakan dukungannya terhadap usulan PDIP untuk kembali menerapkan sistem protup pada Pileg.
Sementara ketua KPU Hasyim Asyari belum lama ini menyampaikan ada kemungkinan Pileg akan kembali ke sistem protup, menyusul adanya gugatan judicial review ke MK. Namun ia tak ingin berspekulasi lebih, karena gugatan masih berproses di MK.
Yang tak kalah menarik, belum juga selesai polemik soal sistem protup dan proka di Pileg 2024 nanti, muncul lagi spekulasi bahwa sistem pemilihan presiden (pilpres) juga berpotensi untuk digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Investigasi ringan Express.co.id menyebutkan, gugatan sistem pilpres itu bisa saja akan dilayangkan ke MK untuk meminta agar sistem Piplres dilakukan juga secara proporsional tertutup.
Dengan demikian, hanya butuh satu jenis kertas suara pada Pemilu serentak di bulan Februari 2024 mendatang, baik pemilihan presiden maupun pemilihan anggota legislatif. Satu jenis surat suara itu hanya menampilkan lambang partai peserta Pemilu. Dan seragam untuk seluruh Indonesia.
Artinya ini akan sangat menghemat biaya, apalagi di tengah ancaman krisis ekonomi global di tahun 2023 ini. Meskipun di satu sisi, ada kalangan yang menilai sistem protup ini merupakan kemunduran demokrasi.(sub)